Selasa, 15 September 2015

(Wireless II) Dasar-dasar Antenna, Radiasi Gelombang Elektromagnetik, Pola Radiasi, Direktifitas, Gain, Bandwidth, Impedansi Antenna dan Pengukuran Link Budget menggunakan online sistem

2.1 Pendahuluan

Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara atau sebaliknya dari udara ke media kabel. Karena merupakan perangkat perantara antara media kabel dan udara, maka antena harus mempunyai sifat yang sesuai (match) dengan media kabel pencatunya. Dalam perancangan suatu antena, baberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :

· bentuk dan arah radiasi yang diinginkan,
· polarisasi yang dimiliki,
· frekuensi kerja,
· lebar band (bandwidth),
· impedansi input yang dimiliki.


Untuk antena yang bekerja pada band VLF, LF, HF, VHF dan UHF bawah, jenis antena kawat (wire antenna) dalam prakteknya sering digunakan, seperti halnya antena dipole 1/2l, antena monopole dengan ground plane, antena loop, antena Yagi-Uda array, antena log periodik dan sebagainya. Antena-antena jenis ini, dimensi fisiknya disesuaikan dengan panjang gelombang dimana sistem bekerja. Semakin tinggi frekuensi kerja, maka semakin pendek panjang gelombangnya, sehingga semakin pendek panjang fisik suatu antena.



Untuk antena gelombang mikro (microwave), terutama SHF ke atas, penggunaan antena luasan (aperture antena) seperti antena horn, antena parabola, akan lebih efektif dibanding dengan antena kawat pada umumnya. Karena antena yang demikian mempunyai sifat pengarahan yang baik untuk memancarkan gelombang elektromagnetik.

2.2 Radiasi Gelombang Elektromagnetik

Struktur pemancaran gelombang elektromagnetik yang paling sederhana adalah radiasi gelombang yang ditimbulkan oleh sebuah elemen aus kecil yang berubah-ubah secara harmonik. Elemen arus terkecil yang dapat menimbulkan pancaran gelombang elektromagnetik itu disebut sebagai sumber elementer. Jika medan yang ditimbulkan oleh setiap sumber elementer di dalam suatu konduktor antena dapat dijumlahkan secara keseluruhan, maka sifat-sifat radiasi dari sebuah antena tentu akan dapat diketahui.

Timbulnya radiasi karena adanya sumber yang berupa arus bolak-balik ini diketahui secara matematis dari penyelesaian gelombang Helmhotz. Persamaan Helmholtz tidak lain merupakan persamaan baru hasil penurunan lebih lanjut dari persamaan-persamaan Maxwell dengan memasukkan kondisi lorentz sebagai syarat batasnya.

2.3 Pola Radiasi

Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena adalah pernyataan grafis yang menggambarkan sifat radiasi suatu antena pada medan jauh sebagai fungsi arah. Pola radiasi dapat disebut sebagai pola medan (field pattern) apabila yang digambarkan adalah kuat medan dan disebut pola daya (power pattern) apabila yang digambarkan adalah pointing vektor.

Beberapa pola radiasi antenna ditunjukkan seperti gambar berikut ini.



Gambar  2.1 Model Pola Radiasi Antenna

Suatu antena broad side adalah antena dimana pancaran utama maksimum dalam arah normal terhadap bidang dimana antena berada. Sedangkan antena end fire adalah antena yang pancaran utama maksimum dalam arah paralel terhadap bidang utama dimana antena berada. Antena yang mempunyai pola radiasi di mana arah maksimum main lobe berada diantara bentuk broad side  dan end  fire  yang  disebut  dengan intermediate. Antena yang mempnyai pola radiasi intermediate banyak dijumpai pada phased array antenna.

2.4. Polarisasi Antenna

Polarisasi antena didefinisikan sebagai arah vektor medan listrik yang diradiasikan oleh antena pada arah propagasi. Jika jalur dari vektor medan listrik maju dan kembali pada suatu garis lurus dikatakan berpolarisasi linier. sebagai contoh medan listrik dari dipole ideal. Jika vektor medan listik konstan dalam panjang tetapi berputar disekitar jalur lingkaran, dikatakan berpolarisasi lingkaran.

Sebuah antena dapat memancarkan energi dengan polarisasi yang tidak diinginkan, yang disebut polarisasi silang (cross polarized). Polarisasi silang ini menimbulkan side lobe yang mengurangi gain. Untuk antena polarisasi linier, polarisasi silang tegak lurus dengan polarisasi yang diinginkan dan untuk antena polarisasi lingkaran, polarisasi silang berlawanan dengan arah perputarannya yang diinginkan. Ini biasa yang disebut dengan deviasi dari polarisasi lingkaran sempurna, yang mengakibatkan polarisasinya berubah menjadi polarisasi ellips. Pada umumnya karakteristik polarisasi sebuah antena relatif konstan pada main lobe. Tetapi polarisasi beberapa minor lobe berbeda jauh dengan polarisasi main lobe.

Dalam teknik antenna, terdapat dua macam polarisasi, yaitu vertikal dan horisontal. Antar antena pemancar dan penerima, sebaiknya digunakan polarisasi yang sama berkaitan dengan bagaiman cara pemasangan kedua antenna. Penggambaran polarisasi ditunjukkan seperti gambar berikut ini.



Gambar 2.2. Polarisasi Horisontal dan Vertikal

2.5. Bandwidth Antena

Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemacar atau penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu. Pengertian harus dapat bekerja dengan efektif adalah bahwa distribusi arus dan impedansi dari antena pada range frekuensi tersebut benar-benar belum banyak mengalami perubahan yang berarti. Sehingga pola radiasi yang sudah direncanakan serta VSWR yang dihasilkannya masih belum keluar dari batas yang diijinkan. Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik dinamakan bandwidth antenna.

2.6. Link Budget

Link budget merupakan sebuah cara untuk menghitung mengenai semua parameter dalam transmisi sinyal, mulai dari gain dan losses dari Tx sampai Rx melalui media transmisi. Dalam hal ini dilakukan perhitungan dengan media transmisi Wireless Fidelity (WiFi).
Link merupakan parameter dalam merencanakan suatu jaringan yang menggunakan media transmisi berbagai macam. Link budget ini dihitung berdasarkan jarak antara transmitter (Tx) dan receiver (Rx). Link budget juga dihitung karena adanya penghalang antara Tx dan Rx misal gedung atau pepohonan. Link budget juga dihitung dengan melihat spesifikasi yang ada pada antenna.

Pada materi ini link budget yang akan dihitung adalah sebagai berikut :

· Free Space Loss

· Fresnel Zone Clearance

· RX Signal Level

· SOM (System Operating Margin)

Untuk lebih jelasnya pada materi ini juga akan disertakan contoh parameter antenna yang dibutuhkan dalam perhitungan tersebut. Parameter tersebut antara lain :

· Jarak (d) terjauh antara antenna pemancar (Tx) dengan antenna penerima (Rx). Sebagai contoh, jaraknya tersebut sekitar 1 Km, dan jarak ini harus kita konversi ke mil, sehingga menjadi sekitar 0.6 mil
· Frekuensi BS dan Antena penerima, ini merupakan frekuensi standart 2,4 GHz, dimana frequensi ini sekarang adalah gratis.

· TX Power merupakan daya dari AP (Access Point) yang akan kita gunakan, misalnya sebesar 22 dBm.

· TX Cable Loss ini merupakan loss atau kerugian yang terjadi karena kabel yang kita gunakan, misalnya loss yang terjadi sekitar 2 dB. Loss ini biasanya terjadi pada kabel antara penghubung dari antenna yang biasa disebut dengan kabel pigtail. Pigtail biasanya terbuat dari kabel coaxial, dan diusahakan jangan menggunakan kabel pigtail yang terlalu panjang. Kabel pigtail yang ada di pasaran, panjangya sekitar 50 cm.

· TX Antenna Gain merupakan daya terpancar dari antenna yang kita gunakan, misalnya menggunakan antenna omni directional dengan gain sebesar 12 dB.

· RX Antenna Gain merupakan daya yang dihasilkan dari antenna penerima, misal kita menggunakan antenna grid 15 dB.
· RX cable Loss sebenarnya hampir sama dengan Tx kabel loss, hanya saja ini terjadi pada daerah penerima atau antenna penerima, misalnya 2 dB.

· RX Sensitivity merupakan sensitivitas dari antenna penerima dalam hal menangkap sinyal WiFi dari antenna pemancar, misalnya sebesar -68 dBm.

2.6.1 System Operating Margin (SOM) 

System Operating Margin (SOM) merupakan suatu cara untuk menghitung selisih antara sinyal yang di terima dengan sensitifitas suatu penerima penerima. Secara formula dapat dituliskan sebagai berikut :

SOM =  Rx Signal Level – Rx Sensitivity

……………………….. (2.38)
Sedangkan gambaran untuk menghitung SOM tersebut, ditunjukkan seperti gambar berikut ini.


Gambar 2.3  Skema Jaringan untuk Menghitung SOM

Berdasarkan pada gambar di atas, maka untuk melakukan perhitungan terhadap System Operating Margin (SOM) diperlukan beberapa parameter inputan, antara lain :

· Frequency (MHz) yang digunakan pada komunikasi.

· Distance (Miles) antara dua stasiun.

· TX Power (dBm), WLAN biasanya mempunyai daya sekitar 30-100mW.

· TX Cable Loss (dB), redaman di kabel coax & konektor antara pemancar ke antenna. Sebaiknya tidak menggunakan coax sama sekali, hubungan antara antenna dan pemancar hanya menggunakan pigtail yang tidak lebih dari satu (1) meter.

· TX Antenna Gain (dBi)

· Free Space Loss (FSL)

· RX Antenna Gain (dBi)

· RX Cable Loss (dB), redaman di kabel coax dari Antenna ke penerima.

· RX Sensitivity (dBm), sensitivitas penerima.

Dengan parameter di atas, maka kita akan mendapatkan tiga output yang dihasilkan, yaitu:

· Level sinyal RX (dBm)

· Free Space Loss (dB)

· Theoretical System Operating Margin (dB)

Setelah kita mempunyai semua data / parameter yang dibutuhkan kita dapat menghitung System Operating Margin (SOM) untuk meyakinkan bahwa sistem yang kita kerjakan akan bekerja secara benar.
Dengan menggunakan bantuan software yang ada pada http://www.terabeam.com/ support/ calculations/ som.php#calc, maka diperoleh hasil seperti berikut ini.

Gambar 2.4. Software untuk Menghitung SOM

Sinyal yang diterima (Rx signal level) dapat dihitung dengan menambahkan dan mengurani daya pancar (TX power) dengan berbagai parameter yang ada dalam sebuah persamaan yang sederhana, yaitu,

Rx Signal Level = Tx Power – Tx Cable Loss + Tx Antenna Gain – FSL + Rx Antenna Gain – Rx Cable Loss

…………………………(2.39)

2.6.2 Free Space Loss (FSL)

Pada saat sinyal radio berpropagasi di udara, maka akan mengalami redaman dari udara. Besarnya redaman yang terjadi dapat dihitung secara empiris. Redaman itulah yang disebut dengan Free Space Loss (FSL), dengan rumus seperti persamaan berikut ini.

Free Space  =   20 Log10 (Frequency in MHz) + 20
Loss Log10 (Distance in Miles) + 36.6
….. (2.40)

Dengan menggunakan bantuan software yang ada pada alamat http://www.terabeam.com/support/calculations /free-space-loss.php, maka akan diperoleh hasil seperti berikut ini.



2.6.3 Downtilt Coverage Radius (DCR) 

Downtilt Coverage Radius (DCR) adalah suatu daerah jangkuan yang dapat tercover dari suatu antenna atau BTS yang kita bangun dengan memperhatikan parameter dari kemiringan antenna, propagasi dari antenna dan ketinggian tiang dari antenna tersebut. DCR secara diagram dapat digambarkan seperti berikut ini.

Gambar 2.6. Metoda penghitungan DCR

Dengan menggunakan software dari http://www. terabeam.com/support/calculations /downtilt-cover.php# calc, dengan beberapa parameter yang diinputkan, maka diperoleh hasil sebagai berikut :


Gambar 2.7. Penghitungan DCR menggunakan online software

2.6.4 Antenna Downtilt 

Antenna Downtilt merupakan suatu kemiringan antenna yang dapat mempengaruhi jarak dan target coverage. Secara umum, Antenna Downtilt digambarkan sebagai berikut.


Gambar 2.8. Antenna Downtilt

Beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menghitung Downtilt adalah sebagai berikut :

Distance =
Angle =

Dengan menggunakan software dari http://www. terabeam.com/support/calculations/antenna-downtilt.php dengan beberapa parameter yang diinputkan, maka diperoleh hasil sebagai berikut :



Gambar 2.9. Perhitungan Antenna Downtilt menggunakan software

2.6.5 Fresnel Clearance Zone (FCZ) 

Fresnel Clearance Zone (FCZ) merupakan suatu daerah yang visualisasi dari hasil penyebaran line of sight dimana signal telah dipancarkan dan diterima oleh suatu antenna.
Gambaran tentang FCZ ditunjukkan seperti gambar berikut ini.


Gambar 2.10. Pengururan Fresnel Clearance Zone (FCZ)


Dengan menggunakan software dari http://www.terabeam.com/support/calculations/ fresnel-zone.php#meters dengan beberapa parameter yang diinputkan, maka diperoleh hasil sebagai berikut :


Gambar 2.11. Penghitungan FCZ dalam Meter

Apabila perhitungan FCZ menggunakan feet, maka akan diperoleh hasil seperti berikut ini.


Gambar 2.12. Penghitungan FCZ dalam Feet


2.6.6 RX Level Sinyal 

Rx sinyal level dapat dihitung dengan cara menambahkan dan mengurangi daya pancar (TX power) dengan berbagai parameter yang ada. Secara matematis dapat dituliskan dengan rumus seperti berikut ini :
Rx Signal Level =   Tx Power – Tx Cable Loss + Tx Antenna Gain  –  FSL +  Rx  Antenna  Gain  –  Rx Cable Loss

2.7. Teknologi Wireless LAN

Teknologi wireless merupakan teknologi tanpa kabel, dalam melakukan hubungan telekomunikasi tidak lagi mengunakan media atau sarana kabel tetapi dengan menggunakan gelombang elektromagnetik sebagai pengganti kabel. Teknologi wireless menggunakan gelombang elektromagnetik untuk membawa informasi diantara piranti wireless melalui udara. Dalam aplikasinya, teknologi Wireless dibagi menjadi berbagai macam aplikasi sesuai dengan spesifikasi dan panjang gelombangya, seperti pada gambar beriku ini.



Gambar 2.13. Pembagian spectrum frekuensi pada teknologi Wireless

Pada gambar diatas, terlihat ada tiga frekuensi penting ( 900 MHz, 2.4 GHz, dan 5 GHz) yang sering disebut dengan Industrial Scientific and Medical (ISM) bands. Teknologi lain yang menggunakan frekuensi 2.4 GHz dan 5 GHz juga harus sesuai dengan standard IEEE 802.11.

Teknologi Wireless mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan teknologi Kabel, antara lain :

· Mempunyai kemampuan untuk menyediakan koneksi setiap saat dan dimanapun tempatnya, asalkan mendapatkan sinyal dari Hotspot.

· Mudah dalam  hal Instalasi

· Harganya murah dan kecepatan akses mulai meningkat dengan teknologi yang baru.

· Mudah dalam Upgrade jaringan, tanpa dibatasi oleh penggunaan kabel jaringan.

· User baru dapat berkoneksi dengan cepat dan mudah.

Berdasarkan instalasinya, terdapat dua model dasar instalasinya yaitu Ad-hoc Mode dan Infrastruktur Mode. Ad-hoc mode merupakan bentuk yang paling simple dengan cara menghubungkan dua atau lebih wireless client secara bersama-sama menggunakan jaringan peer to peer. Setiap client yang terhubung dalam jaringan ad-hoc mode, haknya adalah sama. Coverage area yang menggunakan sebuah Access Point, disebut dengan Basic Service Set (BSS) atau cell.


Gambar 2.14. Mode Ad-Hoc dan Infrastruktur

Jaringan ad-hoc hanya akan sesuai jika untuk jaringan yan kecil, tetapi untuk jaringan yang besar, meka diperlukan suatu piranti untuk mengontrol komunikasi didalam wireless tersebut. Sebuah Access Point diperlukan untuk mengontrol komunikasi antara client dengan server atau client dengan client. Jaringan dengan model seperti ini disebut dengan Infrastruktur mode. Dalam model ini, client tidak dapat berkomunikasi langsung terhadap client yang lain, melainkan harus melalui Access Point (AP). Access Point akan mengatur semua komunikasi dan akan menjamin semua client mempunyai akses yang sama. Coverage area yang menggunakan sebuah Access Point, disebut dengan Basic Service Set (BSS) atau Cell.

2.7.1  IEEE 802.11 a

Jaringan LAN nirkabel pertama yang berkecepatan tinggi adalah 802.11a, menggunakan teknik Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) untuk mengirimkan sampai dengan 54 Mbps pada pita ISM yang lebih lebar pada frekuensi 5-GHz. Sebagaimana istilah FDM, ada 52 frekuensi berbeda yang digunakan : 48 untuk data dan 4 untuk sinkronisasi, tidak seperti ADSL. Karena transmisi menggunakan cara munculnya frekuensi beberapa pada saat yang sama, teknik ini dipandang sebagai bentuk spread spectrum, tetapi berbeda dibandingkan dengan CDMA dan FHSS. Memisahkan sinyal menjadi band sempit memiliki beberapa keunggulan dibanding menggunakan band lebar tetapi tunggal, termasuk imunitas yang lebih baik untuk gangguan narrowband dan kemungkinan menggunakan band noncontinuous. Sebuah sistem encoding yang kompleks digunakan, berdasarkan phase shift modulation untuk kecepatan hingga 18 Mbps dan QAM. Pada kecepatan 54 Mbps, 216 bit data dikodekan menjadi simbol 288-bit. Motivasi OFDM adalah kompatibilitas dengan sistem European HiperLAN/2. Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh 802.11 a adalah sebagai berikut :

· Menggunakan frekuensi 5 GHz RF.

· Tidak kompatibel dengan frekuensi 2.4 GHz, misalnya standard 802.11 b/g/n.

· Relatif mahal untuk diimplementasikan jika dibandingkan dengan teknologi lainnya.

2.7.2  IEEE 802.11 b

Versi 802.11 b menggunakan metode modulasi OFDM dari 802.11a tetapi beroperasi dalam band sempit di ISM 2.4 GHz. Secara teori, standard ini dapat beroperasi sampai dengan 54 Mbps. Ini berarti bahwa komite 802.11 telah menghasilkan tiga LAN nirkabel berbeda dengan kecepatan tinggi : 802.11a, 802.11b, dan 802.11g dengan radius jangkauan sekitar 100 meter.

Wireless 802.11b/g beroperasi pada pita frekuensi 2400 MHz sampai 2483.50 MHz. Dari range frekuensi tersebut, dibagi menjadi 11 channel (masing-masing sebesar 5 MHz) dan berpusat di frekuensi berikut ini :

· Channel 1  : 2,412 MHz
· Channel 2  : 2,417 MHz
· Channel 3  : 2,422 MHz
· Channel 4  : 2,427 MHz
· Channel 5  : 2,432 MHz
· Channel 6  : 2,437 MHz
· Channel 7  : 2,442 MHz
· Channel 8  : 2,447 MHz
· Channel 9  : 2,452 MHz
· Channel 10 : 2,457 MHz
· Channel 11 : 2,462 MHz

Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh teknologi 802.11 b adalah sebagai berikut :

· Teknologi pertama kali yang bekerja pada frekuensi 2.4 GHz.

· Kecepatan maksimum data ratenya 11 Mbps

· Jarak jangkauannya sekitar 46 m (150 ft) untuk pemasangan indoors, dan 96 m (300 ft) untuk pemasangan outdoors.


2.7.3  IEEE 802.11 g

Teknologi 802.11 g hampir sama dengan teknologi pada 802.11 b, hanya saja ada beberapa karakteristik yang berbeda, antara lain :

· Maksimum data rate-nya mencapai 54 Mbps.

· Kompatibel dengan teknologi 802.11b.


2.7.4  IEEE 802.11 n

IEEE 802.11n adalah sebuah perubahan standar jaringan nirkabel 802.11-2.007 IEEE untuk meningkatkan throughput lebih dari standar sebelumnya, seperti 802.11b dan 802.11g, dengan peningkatan data rate maksimum dalam lapisan fisik OSI (PHY) dari 54 Mbps ke maksimum 600 Mbps dengan menggunakan empat ruang aliran pada lebar channel 40 MHz. Sejak tahun 2007, Wi-Fi Alliance telah memberikan sertifikat interoperabilitas produk “draft-n” berdasarkan pada draft 2.0 dari spesifikasi IEEE 802.11n. Aliansi telah meningkatkan perangkat ini dengan tes kompatibilitas untuk beberapa perangkat tambahan yang diselesaikan setelah Draft 2.0. Semua produk bersertifikat draft-n tetap kompatibel dengan produk-produk standar terakhir. IEEE 802.11n didasarkan pada standar 802.11 sebelumnya dengan menambahkan Multiple-Input Multiple-Output (MIMO) dan 40 MHz ke lapisan saluran fisik (PHY), dan frame agregasi ke MAC layer. MIMO adalah teknologi yang menggunakan beberapa antena untuk menyampaikan informasi lebih lanjut secara koheren. Dua manfaat penting MIMO adalah menyediakan keragaman antenna dan spasial multiplexing untuk 802.11n. Kemampuan lain teknologi MIMO adalah menyediakan Spatial Division Multiplexing (SDM). SDM secara spasial me-multiplexes beberapa stream data independen, ditransfer secara serentak dalam satu saluran spektral bandwidth. MIMO SDM dapat meningkatkan throughput data seperti jumlah dari pemecahan stream data spatial yang ditingkatkan. Setiap aliran spasial membutuhkan antena yang terpisah baik pada pemancar dan penerima. Di samping itu, teknologi MIMO memerlukan frekuensi radio yang terpisah dan analog-ke-digital converter untuk masing-masing antena MIMO yang merubah biaya pembuatannya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem non-MIMO. Saluran 40 MHz adalah fitur lain yang dimasukkan ke dalam 802.11n yang menggandakan lebar saluran dari 20 MHz di 802.11 PHY sebelumnya untuk mengirimkan data. Hal ini memungkinkan untuk penggandaan kecepatan data PHY melebihi satu saluran 20 MHz. Hal ini dapat diaktifkan di 5 GHz mode, atau dalam 2.4 GHz jika ada pengetahuan yang tidak akan mengganggu beberapa 802.11 lainnya atau sistem non-802.11 (seperti Bluetooth) menggunakan frekuensi yang sama. Arsitektur coupling MIMO dengan saluran bandwidth yang lebih luas menawarkan peningkatan fisik transfer rate melebihi 802.11a (5 GHz) dan 802.11g (2.4 GHz).

Kelebihan versi 802.11n dibanding 802.11 sebelumnya adalah :

· Mampu mentransfer data seperti di “jalan tol wireless” sehingga menghemat waktu dan lebih cepat.

· Terdapat  kombinasi  dua  frekuensi  wireless  untuk

performance yang lebih baik. Fitur memperkecil jumlah data yang dibutuhkan untuk transfer file untuk memberi ruang lebih di jalur pengiriman file.

· Wi-Fi 802.11n dapat mencapai kecepatan 600Mbps.

· Jangkauan radius pemancar lebih luas, untuk indoor sekitar 70 meter, sedangkan outdoor sampai dengan 250 meter.

· Banyak produk versi 802.11n yang diklaim lebih bagus dibandingkan dengan performance 802.11g.

· Menggunakan teknologi Multiple Input Multiple Output (MIMO).

Secara ringkas, table perbandingan teknologi 801.11 beserta variannya adalah sebagai berikut :


Table 2.1.Varian dari 802.11

 

Catatan : 802.11y hanya diterapkan di Amerika Serikat.


2.7.5  IEEE 802.11 ac

Wireless IEEE 802.11ac adalah standar nirkabel 802.11 yang saat ini sedang dikembangkan yang akan memberikan throughput yang tinggi pada Wireless Local Area Network (WLAN) dengan frekuensi operasi 5 GHz. Secara teoritis, spesifikasi ini akan memungkinkan throughput multi-stasiun WLAN mimimal 1 Gbps dan throughput link maksimum minimal 500 Mbps. Hal ini dilakukan dengan memperluas konsep interface udara yang dianut oleh 802.11n, bandwidth RF lebih lebar  (sampai 160 MHz), lebih banyak spasial MIMO stream (hingga 8), MIMO multi-user, dan high-density modulation (hingga 256 QAM) .

Pada tanggal 20 Januari 2011, Spesifikasi Perdana Teknis Draft 0.1 telah dikonfirmasi oleh IEEE 802.11 TGac. Menurut penelitian, perangkat dengan spesifikasi 802.11ac diharapkan menjadi umum pada tahun 2015 dengan diperkirakan sebaran 1 miliar diseluruh dunia. Beberapa teknologi baru yang ditsmbshksn pada 802.11ac :

· Channel bandwidth lebih lebar

· Channel bandwith 80 MHz dan 160 MHz (vs maksimum 40 MHz dalam 802.11n), 80 MHz wajib untuk stasiun, 160 MHz opsional

· Lebih banyak spasial MIMO stream

· Mendukung hingga 8 spasial stream (vs 4 dalam 802.11n)

· Multi-user MIMO (MU-MIMO)

o Multiple Stasiun, masing-masing dengan satu atau lebih banyak antena, mengirim atau menerima data stream independen secara simultan. “Space
Division Multiple Access” (SDMA) : aliran tidak dipisahkan dengan frekuensi, tetapi diselesaikan secara spasial, analog dengan model MIMO 802.11n

o Downlink MU-MIMO (satu perangkat pemancar, perangkat penerima ganda) yang termasuk sebagai modus opsional

· Modulasi

256-QAM, rate 3/4 dan 5/6, ditambahkan sebagai mode opsional (vs 64-QAM, rate maksimum 5/6 802.11n)

· Single sounding dan feedback format untuk pembentukan beam (vs multiple dalam 802.11n)

· Modifikasi MAC (kebanyakan untuk mendukung perubahan diatas)

· Mekanisme koeksistensi untuk channel 20/40/80/160 MHz perangkat 11ac dan 11a/n perangkat
Dalam bentuk Tabel, ringkasan dari masing-masing standar IEEE 802.X dapat dilihat seperti berikut ini.

Tabel 2.2 Ringkasan dari IEEE 802.11a-11v




 2.8. Metode Pemilihan Antenna untuk Aplikasi ISM

Industrial, Scientific and Medical (ISM) radio bands adalah suatu band radio (bagian dari spectrum radio) yang bertanggung jawab terhadap pengaturan penggunaan radio frequency (RF) untuk kebutuhan industrial, scientific dan medical. Antenna merupakan salah satu bagian yang penting dalam suatu sistem komunikasi radio. Antenna dapat digunakan untuk aplikasi Point to Point ataupun Multipoint.

2.8.1 Aplikasi Point to Point 

Untuk aplikasi point ke point, maka diperlukan suatu antenna pengarah dengan penguatan yang tinggi (high-gain directional antennas). Dengan adanya sinyal yang kuat, maka akan dapat merekduksi noise ataupun interferensi yang ada disekitarnya. Berdasarkan aturan dari Federal Communications Commiussion (FCC) dengan frekuensi 2.4GHz serta pengutannya sebesar 24 dBi antenna,maka maksimum transmittnya adalah sebesar 24 dBm.
Jenis antenna yang sering digunakan untuk aplikasi Point to Point adalah Grid Antenna, seperti gambar berikut ini.


Gambar 2.15. Contoh 24dBi directional Antenna dengan polarisasi vertikal


2.8.2 Aplikasi Multi-Point 

Sistem multipoint merupakan tipe koneksi yang mempunyai sebuah node (antenna / concentrator) dan sejumlah subscriber node. Setiap subscriber nodes dapat berkomunikasi secara langsung dengan node tersebut. Sebuat node harus mempunyai suatu beam yang cukup agar semua subscriber node dapat berkomunikasi dengan baik kepadanya. Dengan demikian, maka antenna jenis ini harus dipasang dengan sudut elevasi yang baik.

Antenna omnidirectional mempunyai pola radiasi yang menyebar hampir ke segala arah. Dalam pemasangannya biasanya dilakukan pada tower atap atap bagian paling atas setalah penangkal petir.

2.8.3 Parameter Pada Antenna 

Antenna mempunyai beberapa parameter yang menunjukkan spesifikasi dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu antenna. Beberapa parameter tersebut antara lain:

· Frequency Range

Frequency range merupakan suatu area dimana suatu antenna bekerja. Sebagai contoh, antenna bekerja pada range frequency 2400-2460 MHz.

· Beamwidth

Merupakan sudut deviasi dari titik pusat beam dimana signal turun sebesar 3 dB dari nilai maksimumnya.

· Gain

Merupakan penguatan dari suatu antenna, biasanya diukur dalam satuan dB.

· Front/Back ratio

Seberapa baik suatu antenna daapt menerima sinyal dari sidelobes bagian belakang dari antenna.

· Polarisasi Antenna

Merupakan arah polarisasi dari suatu antenna, biasanya terdiri dari 2 macam polarisasi yaitu polarisasi vertical dan horizontal.

· Rated wind velocity/Horizontal thrust at rated wind. Suatu kemampuan antenna untuk menghande dari terpaan angin dengan bebab yang dimiliki oleh antenna tersebut.

2.11. Soal Latihan

1. Jelaskan fungsi dari Antena dan sebutkan jenis-jenis antena berdasarkan pola radiasinya!

2. Apa yang dimaksud dengan Radiasi Gelombang Elektromagnetik?

3. Jelaskan perbedaan antara Bandwidth dengan Beamwidth!

4. Mengapa Impedansi perlu diperhatikan ketika kita menghubungkan antena dengan menggunakan kabel?
5. Bagaimana cara mengukur penguatan Antena?

6. Jelaskan perbedaan antara  IEEE 802.11 a/b/g dan n

7. Jelaskan parameter apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemilihan antenna!

8. Sebutkan parameter-parameter yang dimiliki oleh suatu antenna!

9. Jelaskan perbedaan antara polarisasi vertical dan polarisasi horizontal!

10. Apa yang saudara ketahui tentang Channel? Jelaskan!


2.12. Referensi

John D.    Krous,    Antenas,    McGraw-Hill    Book Company,1988.

http://www.akateljakarta.weebly.com-uploads-Fantena-bab1.doc

file:///C:/CISCO_CCNA/Discovery1_English/theme/cheetah.html?cid=0400000000&l1=en&l2=none&chapter=7

http://www.afar.net/tutorials/antennas/

http://www.wlanmall.com/wireless_faq.php

http://www.terabeam.com/support/calculations/som.php#calc

http://www.wlanantennas.com/information.php?info_id=7

http://www.dono.blog.unsoed.ac.id/files/2009/06/antena.doc

http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/WiFi :Menghitung_Link_Budget

http://myteks.wordpress.com/2011/05/17/wireless-lan-802-11abgny-apa-bedanya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar